SuaraKampus – Sejak 1970, gerakan kesadaran terhadap pencemaran lingkungan masif dilakukan di Amerika Serikat dan menjadi cikal bakal Hari Bumi yang diperingati setiap 22 April. Gerakan ini mengecam pencemaran udara dari aktivitas kendaraan bermotor dan industri yang pada saat itu sudah tidak terkendali.
Gerakan moral kesadaran lingkungan tersebut dimaknai oleh Ketua Prodi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Pasundan (FT Unpas) Dr. Ir. Anni Rochaeni, M.T., sebagai hal yang perlu untuk dilakukan terus menerus. Menurutnya, peringatan Hari Bumi berhubungan dengan aktivitas manusia yang selalu memberikan dampak signifikan bagi lingkungan dan berpengaruh pada kesehatan.
“Apa yang kami usung di prodi Teknik Lingkungan adalah melakukan rekayasa lingkungan untuk menangani dampak pencemaran. Rekayasa ini mulai dari sumbernya, hingga bagaimana kalau pencemaran itu sudah terjadi di lingkungan, baik air, tanah, maupun udara,” jelasnya, Kamis (22/4/2021).
Rekayasa yang dapat dilakukan salah satunya dengan mengolah air limbah. Sebelum dibuang ke badan air, limbah perlu direkayasa secara teknik agar tidak mencemari sumber air. Dari badan air tersebut, akan diolah lebih lanjut sampai menjadi air layak minum.
Selain itu, rekayasa lingkungan juga bisa diterapkan untuk mengurangi pencemaran udara. Misalnya, dengan memberikan solusi terhadap sumber polusi di industri. Minimal dengan terlebih dahulu mengolah polusi yang akan dikeluarkan ke alam, sehingga memenuhi syarat atau baku mutu.
“Kalau tidak bisa dikurangi dari sumbernya, maka rekayasa keteknikan akan bekerja mengolah polusi sebelum dilepaskan ke alam. Sehingga, yang lepas ke alam sudah memenuhi syarat atau baku mutu,” paparnya.
Ia melanjutkan, secara makro, Teknik Lingkungan juga turut memberikan masukan pada ahli-ahli kebijakan. Di antaranya masukan mengenai potensi alam dan pencemaran yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan.
Pada peringatan Hari Bumi, langkah sederhana untuk mengurangi pencemaran lingkungan dapat dimulai dari yang terkecil, seperti melakukan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan memaksimalkan pengurangan sampah di rumah.
“Saat membuang sampah, ikuti sistem pengumpulan dan pengangkutan yang disediakan oleh kota. Kalau tidak ada sistem tersebut, kita bisa melakukan pemilahan 3R secara lebih luas, misalnya membuat pengomposan sampah organik bersama warga. Bisa juga membuat bank sampah untuk yang anorganik, sehingga sampah yang ditanggung lingkungan lebih sedikit,” sambungnya.
Penggunaan air pun harus sehemat mungkin karena sumber air sudah semakin terbatas. Pastikan sistem perpipaan di rumah tidak bocor dan menggunakan alat-alat saniter yang dapat mengukur penggunaan air.
“Yang paling penting sebetulnya memperhatikan pencemaran udara dari asap kendaraan. Kalau kita punya kendaraan, cara termudah untuk ikut berperan menjaga bumi yaitu merawat kendaraan dengan benar. Oli kendaraan harus rutin diganti agar proses pembakaran dan gas buang yang dihasilkan lebih sempurna. Lalu, bisa juga menggunakan bahan bakar yang minim timbal,” tambahnya.
Ia berpesan kepada seluruh masyarakat untuk mencintai bumi dengan sebaik-baiknya dan melakukan kegiatan yang bisa mengurangi pencemaran. Hari Bumi menjadi momen untuk mengingatkan manusia agar lebih menyayangi bumi.
“Kita membutuhkan bumi, lebih dari bumi membutuhkan kita. Bumi bisa hidup tanpa ada kita, tapi kita tidak bisa hidup tanpa bumi. Apalagi, Alquran juga mengatakan bahwa bumi adalah tempat kita hidup. Maka, cintai bumi, karena ini akan diwariskan kepada anak cucu kita. Jangan mencemari bumi atau kita yang akan menerima dampaknya secara langsung,” tukasnya.