Home » Almira Sonia Sonjaya, Alumni UPI Dampingi Warga Desa Olah Pisang Jadi Tepung

Almira Sonia Sonjaya, Alumni UPI Dampingi Warga Desa Olah Pisang Jadi Tepung

by admin
Almira Sonia Sonjaya

SuaraKampus – Program Patriot Desa yang digagas Pemerintah Provinsi Jawa Barat, memanggil hati Almira Sonia Sonjaya. Alumni Manajemen Pemasaran Pariwisata, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini tertantang mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya di desa. 

Setelah melewati berbagai seleksi, Almira mendapat penugasan di Desa Mekarmukti, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut. Tak perl waakte lama uituk beradaptasi, perempuan kelahiran Cianjur, 26 November 1996 ini langsung dapat melihat potensi Desa Mekarmukti yang bisa dikembangkan.

Menurutnya, kehadiran Patriot Desa di Desa Mekarmukti, Kecamatan Cibalong, memang salah satu tugasnya adalah menggali dan mengembangkan potensi yang ada di desa agar mampu meningkatkan ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid -19.

Almira melihat bahwa Desa Mekarmukti memiliki potensi hasil pertanian yang melimpah berupa pisang, rempah-rempah, kayu karet, dan albasiah.

“Pisang merupakan komoditas unggulan selain rempah-rempah seperti kapulaga, cengkeh, pala, dan lada. Dalam seluas satu Ha lahan pertanian bisa menghasilkan satu ton pisang dengan jenis pisang nangka, ambon, dan muli,” terang Almira Sonia Sonjaya.

Selama ini, warga menjual pisang mentahan. Saat ini harga jual pisang dari petani ke bandar hanya Rp800 per kilogramnya. Mengingat harganya yang sangat rendah sehingga pisang tidak lagi dijual mentahan tetapi diolah dulu menjadi tepung dan kue sehingga harga jualnya cukup tinggi dan bisa meningkatkan ekonomi warga.

Inisiatif mengolah pisang menjadi tepung merupakan hasil inovasi dari Almira. Dia merespon kondisi di Desa Mekarmukti bersama petani pisang Hikmat serta istrinya Eni dengan mengolah buah pisang menjadi produk yang bisa bernilai jual tinggi. 

“Setelah melihat berbagai referensi dari internet, kami berinisiatif untuk mencoba membuat tepung pisang,” katanya.

Menurut Almira, pertimbangannya sederhana, tidak memerlukan modal yang besar dan mudah dibuat. “Lalu memiliki batas kadaluarsa yang lama sehingga bisa disimpan. Tidak terpengaruh dengan akses jalan desa yang belum memadai, dan peluang di pasar ekspor sedang bagus. Bahkan di Garut sendiri belum ada yang memproduksi tepung pisang,” paparnya.

Berbagai percobaan dilakukan dengan berbagai jenis pisang. Mulai dari pisang ambon, pisang kapas, pisang muli, pisang nangka, dan pisang gembor. Hasilnya sedikit berbeda dari segi warna, ada yang berwarna putih gading dan putih kecoklatan.

Setelah semua pisang tersebut diolah menjadi tepung pisang, Pak Hikmat, Ibu Eni, bersama tetangga terdekatnya mencoba membuat bolu dan pisang goreng dari bahan baku tepung pisang. Setelah dicoba dibuat bolu dan pisang goreng, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan dari tiap-tiap jenis tepung pisang.

“Kami lalu mencoba mencari informasi mengenai manfaat dan kandungan tepung pisang. Ternyata dari berbagai jenis pisang yang dijadikan tepung, jenis pisang nangka lah yang yang memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi. Tetapi tepung pisang nangka memiliki kekurangan di warna tepungnya yang berwarna putih kecoklatan,” jelas Almira. 

Inisiatif mengolah pisang menjadi tepung ini disambut warga Desa Mekarmukti dengan semangat. Karena setelah menjadi tepung, harga pisang di sana jadi meningkat.

“Jika pisang mentahan hanya bisa dijual Rp800 per kilogram, namun jika diolah menjadi tepung harganya meningkat menjadi Rp52 ribu per kilogramnya,” katanya.

Baca juga

Leave a Comment