Suasana Kampus Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI) terasa lebih hidup dari biasanya pada Selasa (22/12/2025). Di salah satu sudut ruang kelas, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Badan Mahasiswa (KBM) Fakultas Pertanian (Faperta) tidak sedang mendiskusikan benih atau teknik irigasi. Kali ini, mereka tengah membedah sesuatu yang tak kalah vital bagi generasi mereka: informasi.
Di era ketika setiap jempol bisa menjadi penerbit berita, batas antara fakta jurnalistik dan opini media sosial makin kabur. Kesadaran inilah yang memantik KBM Faperta UMMI untuk menggelar Workshop Jurnalistik, sebuah upaya kolektif untuk membangun benteng literasi di tengah banjir bandang konten digital.
Bukan Sekadar Keterampilan Tambahan
Bagi Arief Ferdiansah, Gubernur BEM Faperta UMMI, kemampuan menulis dan memilah berita bukan lagi sekadar hiasan dalam CV. Ia melihatnya sebagai survival skill.
“Kemampuan jurnalistik bukan lagi pilihan, melainkan keharusan,” ujar Arief dengan tegas. Baginya, mahasiswa memegang peran strategis sebagai agen perubahan. Tanpa kemampuan mengolah berita yang akurat, peran itu bisa tumpul.
Arief membayangkan anggotanya tidak hanya fasih bercocok tanam di ladang, tapi juga piawai menanamkan gagasan di ruang publik. “Kami ingin mahasiswa mampu berperan aktif di media sosial, memilah berita berlandaskan fakta, dan mengekspresikan gagasan yang bisa dipahami masyarakat,” tambahnya.
Siluet Baru di Lanskap Media
Di hadapan para peserta, Turangga Anom, sang pemateri, melemparkan pandangan reflektif tentang dunia media hari ini. Pria berkacamata yang mengenakan baju merah itu mengajak mahasiswa melihat realitas baru yang ia sebut sebagai “siluet baru”.
“Lanskap media kini tak lagi serupa denah lama yang dulu kita kenal,” tutur Turangga. Ia menyoroti fenomena kreator konten yang kerap tampil layaknya jurnalis profesional, namun kadang luput dari verifikasi ketat.
Di sinilah tantangannya: bagaimana mahasiswa bisa membedakan mana karya jurnalistik yang disiplin verifikasi, dan mana konten yang sekadar mengejar viralitas? Melalui sesi-sesi praktik reportase dan kurasi naskah, Turangga menuntun peserta untuk tidak hanya menjadi konsumen pasif, melainkan pengamat yang kritis.
Bekal Pulang ke Rumah Digital
Dampak dari diskusi panjang itu dirasakan langsung oleh Susanti, salah satu peserta. Baginya, workshop ini seperti membuka mata terhadap proses “dapur” sebuah berita.
“Saya jadi termotivasi untuk belajar bagaimana memilih berita yang baik dan benar,” ungkap Susanti. Ia kini paham bahwa di balik sebuah berita yang valid, ada proses penggalian informasi dan etika yang dijaga ketat—sebuah ilmu mahal yang ia dapatkan di sela-sela kesibukan kuliahnya.
Sore itu, workshop mungkin telah berakhir, namun bagi mahasiswa Faperta UMMI, tugas sebenarnya baru dimulai. Mereka pulang bukan hanya membawa catatan, tapi juga “kacamata” baru untuk melihat dunia digital dengan lebih jernih—siap menjadi garda terdepan yang tidak mudah hanyut dalam derasnya arus informasi.
- Di Tengah Derasnya Arus Konten, Mahasiswa Pertanian UMMI Asah Pedang Literasi
- Menanam Harapan di Desa Berekah, Kala Mahasiswa Magister Hukum Nusa Putra Turun ke Bumi
- Terang di Lereng Semeru, Inovasi Mahasiswa UM Surabaya Menghidupkan Harapan di Supiturang
- Menanam Masa Depan, Seribu Pohon Bersemi di Jantung Kampus USU
- Mahasiswa ITB Menyulap Ampas Tebu dan Sabut Kelapa Menjadi BioKertas
- 10 Mahasiswa Peraih Medali Emas di SEA Games 2025
